"Dunia ini sanggup untuk memenuhi kebutuhan setiap manusia, namun tidak untuk kerakusannya." (Mahatma Gandhi)Dalam beberapa tahun terakhir, Indonesia tidak lepas dari "kutukan" sebagai negara bencana. Mulai dari banjir badang yang menimpa Kecamatan Panti, Jember, tanah longsor di berbagai daerah, lumpur Lapindo, sampai kasus banjir yang terjadi pada akhir Juli yang menimpa Monowali, Sulawesi Selatan, hingga menewaskan lebih dari 70 orang. Tidak terhitung lagi berapa banyak manusia yang menjadi korban. Juga kerugian materil dan psikis yang diderita korban.
28 Januari 2009
Menyelamatkan Masa Depan: Telaah Kritis Pembangunan Berkelanjutan Berbasis Ekologis
Oleh: Maya Susiani, mahasiswi Manajemen FE Unej
25 Januari 2009
Sepanjang Sejarah Kota, Pernahkah Rakyat Menjadi Prioritas?
"Kita tak boleh puas hanya dengan melihat jalan-jalan dan lapangan-lapangan besarnya saja, lebih dari itu, kita harus juga melihat gang-gang dan lapangan kecil yang tak terhingga jumlahnya" (Samuel Johnson).1)Di jalan-jalan--dalam segala cuaca dan waktu--kota tetap saja sibuk dengan banyaknya mobil dan kendaraan pribadi lain. Namun, sisi kota yang lebih dalam--di gang-gang sempit, di kolong jembatan, dan di pinggir sungai--kerap luput dari perhatian.
Ya, kita masih saja menjadi orang-orang yang hanya bisa melihat sesuatu dari luarnya saja. Kota yang indah adalah kota yang mempunyai taman kota dan trotoar
21 Januari 2009
Politik Agama yang Berbuah Kekerasan
Oleh Prof. Dr. Syamsul Arifin M.Si. (guru besar Fakultas Agama Islam Universitas Muhammadiyah Malang).
Sejak Israel mengagresi Gaza, saya berkali-kali mendapat pesan pendek (SMS) dari aktivis Hizbut Tahrir Indonesia (HTI). Isi pesannya lugas dan tegas: mengutuk agresi Israel yang sudah menimbulkan banyak korban dari kalangan sipil.
Sejak Israel mengagresi Gaza, saya berkali-kali mendapat pesan pendek (SMS) dari aktivis Hizbut Tahrir Indonesia (HTI). Isi pesannya lugas dan tegas: mengutuk agresi Israel yang sudah menimbulkan banyak korban dari kalangan sipil.
14 Januari 2009
Ancaman CIA dan Peristiwa Cikini
Barangkali bukan hal yang baru bila Dinas Pusat Intelijen Amerika Serikat (CIA) pernah berusaha menggulingkan bahkan berniat membunuh mantan Presiden Sukarno. Namun setidaknya dua buah buku yang ditulis warga AS menyingkap keterlibatan CIA di Indonesia itu.
Buku pertama ditulis William Blum, dengan judul Killing Hope: U.S. Military and CIA Interventions Since World War II terbit tahun 1995. Buku kedua Subversion as Foreign Policy: The Secret Eisenhower and Dulles Debacle in Indonesia yang ditulis pasangan sejarawan Audrey and George McT. Kahin, juga terbit tahun 1995.
Buku terakhir ini sudah diterjemahkan ke dalam bahasa Indonesia oleh Dr. R.Z. Leirissa di bawah judul "Subversi sebagai Politik Luar Negeri: Menyingkap Keterlibatan CIA di Indonesia" dan diterbitkan Pustaka Utama Grafiti tahun 1997.
Buku pertama ditulis William Blum, dengan judul Killing Hope: U.S. Military and CIA Interventions Since World War II terbit tahun 1995. Buku kedua Subversion as Foreign Policy: The Secret Eisenhower and Dulles Debacle in Indonesia yang ditulis pasangan sejarawan Audrey and George McT. Kahin, juga terbit tahun 1995.
Buku terakhir ini sudah diterjemahkan ke dalam bahasa Indonesia oleh Dr. R.Z. Leirissa di bawah judul "Subversi sebagai Politik Luar Negeri: Menyingkap Keterlibatan CIA di Indonesia" dan diterbitkan Pustaka Utama Grafiti tahun 1997.
12 Januari 2009
Konsekuensi dari Urutan Presiden
Oleh Dr Asvi Warman Adam, ahli peneliti utama LIPI di Jakarta.
Dalam seminar PDRI yang diadakan Universitas Andalas di Padang 26 Juli 2006, Menteri Sekretaris Negara Yusril Ihza Mahendra mengatakan bahwa dirinya ditugasi oleh Presiden Susilo Bambang Yudhoyono untuk mengkaji tentang presiden-presiden Republik Indonesia. Hal itu tentu berkaitan pula dengan kewajiban yang harus dibayarkan oleh Mensesneg terhadap para (mantan) presiden tersebut.
Selain dari pensiun, hak-hak lain seperti rumah, sebuah sumber menyebutkan, mantan presiden memperoleh rumah senilai Rp 20 miliar. Selain dari memiliki hak-hak materiil, status sebagai (mantan) presiden itu mempunyai implikasi dalam penulisan dan pengajaran sejarah. Sebab, ada tokoh-tokoh yang tidak disinggung dalam pendidikan sejarah di sekolah, padahal mereka seharusnya digolongkan sebagai presiden, yakni Sjafruddin Prawiranegara dan Assaat.
Dalam seminar PDRI yang diadakan Universitas Andalas di Padang 26 Juli 2006, Menteri Sekretaris Negara Yusril Ihza Mahendra mengatakan bahwa dirinya ditugasi oleh Presiden Susilo Bambang Yudhoyono untuk mengkaji tentang presiden-presiden Republik Indonesia. Hal itu tentu berkaitan pula dengan kewajiban yang harus dibayarkan oleh Mensesneg terhadap para (mantan) presiden tersebut.
Selain dari pensiun, hak-hak lain seperti rumah, sebuah sumber menyebutkan, mantan presiden memperoleh rumah senilai Rp 20 miliar. Selain dari memiliki hak-hak materiil, status sebagai (mantan) presiden itu mempunyai implikasi dalam penulisan dan pengajaran sejarah. Sebab, ada tokoh-tokoh yang tidak disinggung dalam pendidikan sejarah di sekolah, padahal mereka seharusnya digolongkan sebagai presiden, yakni Sjafruddin Prawiranegara dan Assaat.
HAM Khas versi Indonesia
Oleh Roch Basoeki Mangoenpoerojo*
Prestasi Boedi Oetomo yang paling spektakuler adalah jati diri bangsa. Indonesia sesungguhnya sudah punya HAM sendiri, yang jauh lebih berat untuk dilaksanakan dari pada Human Right PBB tahun 1948. Sayangnya bangsa ini tak pernah mau mempelajari, mengupas dan mendiskripsikannya.
Akhir-akhir ini ada kemelut nasional menyoal HAM. Setidaknya antara Menhan, Komnas-HAM dan Purnawirawan TNI. Issuenya adalah tentang terapan HAM-PBB di alam Indonesia. Untuk mendudukkan persoalan, mungkin wacana HAM-Indonesia yang sudah dipraktekkan di tahun 1908-1949 layak dibuka kembali. Kala itu HAM-Indonesia mampu membangkitkan kemampuan setiap insan Indonesia menjadi manusia seutuhnya, dan menyadarkan bangsa Belanda. Tertulisnya di Pembukaan UUD, alinea 1 dan 2.
Prestasi Boedi Oetomo yang paling spektakuler adalah jati diri bangsa. Indonesia sesungguhnya sudah punya HAM sendiri, yang jauh lebih berat untuk dilaksanakan dari pada Human Right PBB tahun 1948. Sayangnya bangsa ini tak pernah mau mempelajari, mengupas dan mendiskripsikannya.
Akhir-akhir ini ada kemelut nasional menyoal HAM. Setidaknya antara Menhan, Komnas-HAM dan Purnawirawan TNI. Issuenya adalah tentang terapan HAM-PBB di alam Indonesia. Untuk mendudukkan persoalan, mungkin wacana HAM-Indonesia yang sudah dipraktekkan di tahun 1908-1949 layak dibuka kembali. Kala itu HAM-Indonesia mampu membangkitkan kemampuan setiap insan Indonesia menjadi manusia seutuhnya, dan menyadarkan bangsa Belanda. Tertulisnya di Pembukaan UUD, alinea 1 dan 2.
08 Januari 2009
Permainan Kotor Saudagar Uang
Oleh: Julis Pour (wartawan, tinggal di Jakarta)
Kejahatan korporasi bagaikan setan haus darah. Akibat kebijakan korporasi, setiap hari 24.000 orang di seluruh dunia mati kelaparan, puluhan ribu anak-anak seperti tercekik mati karena tidak mendapatkan pelayanan kesehatan.
Akibat lanjutan dari kejahatan korporasi ini, lebih dari separuh penduduk dunia terperangkap kemelaratan dan hanya punya penghasilan di bawah dua dollar AS sehari yang tidak pernah cukup untuk memenuhi kebutuhan dasar mereka. Jadi jelas, sistem ekonomi dunia masa kini hanya sekedar versi baru dari sistem eksploitasi manusia yang menghasilkan perbudakan sekaligus kemelaratan.
Kejahatan korporasi bagaikan setan haus darah. Akibat kebijakan korporasi, setiap hari 24.000 orang di seluruh dunia mati kelaparan, puluhan ribu anak-anak seperti tercekik mati karena tidak mendapatkan pelayanan kesehatan.
Akibat lanjutan dari kejahatan korporasi ini, lebih dari separuh penduduk dunia terperangkap kemelaratan dan hanya punya penghasilan di bawah dua dollar AS sehari yang tidak pernah cukup untuk memenuhi kebutuhan dasar mereka. Jadi jelas, sistem ekonomi dunia masa kini hanya sekedar versi baru dari sistem eksploitasi manusia yang menghasilkan perbudakan sekaligus kemelaratan.
05 Januari 2009
Siapakah Rakyat Itu Sebenarnya?
Langganan:
Postingan (Atom)