Laman

28 September 2010

Ketika di Kudeta Tak Mau Melawan

Konflik elit telah bergeser menjadi konflik horisontal, yang kemunculannya seperti diatur bersamaan konflik etnik dan tuntutan disintegrasi. Dalam carut marut seperti inilah, ajaran Bung Karno diharapkan bisa merajut kembali kesadaran berbangsa yang terkoyak.


Presiden Soekarno, yang lebih dikenal dengan sebutan Bung Karno membangun kebangsaan di atas fondasi sikap keberagaman hakiki, yaitu menyatukan diri pada kehendak dan cinta Tuhan. Lewat pengembaraan spiritual dan intelektual pada berbagai ajaran agama dan kepercayaan tentang Tuhan itulah, Bung Karno berkesimpulan, setiap agama meminta manusia harus bisa saling menerima dalam kehidupan bersama tanpa harus meniadakan perbedaan-perbedaan yang dimiliki.

Hasil pengembaraan itu selanjutnya bertemu dengan pandangannya terhadap alam semesta hingga melahirkan keyakinan pada dirinya bahwa mencintai alam dan sesama manusia berarti mencintai Tuhan. Pandangan itulah yang ditunjukkan dalam mencintai bumi Indonesia yang dipijaknya. "Bagiku Indonesia telah menjadi mitos. Bukan saya berkata Tuhan adalah Indonesia. Tapi bagiku Tuhan tercermin pada alam Indonesia," demikian ucapan nasionalisme Bung Karno yang tampak disemangati ajaran ketuhanan.

Pandangan itu pula yang menuntunnya pada sikap kenegarawanannya. Makanya ketika di kudeta, Bung Karno tak mau melakukan perlawanan berdarah-darah. "Cak Ruslan, saya tahu bahwa saya akan tenggelam. Tapi ikhlaskan Cak, saya tenggelam asal bangsa ini selamat dan tidak terpecah belah," pesan Bung Karno. Ucapan yang merupakan wujud sikap kenegarawanan Bung Karno itu disampaikan ketika Soekarno dalam karantina politik setelah di kudeta.

Dengan keintelektualannya, Bung Karno mampu menjadikan agama sebagai kekuatan revolusioner pendukung nasionalisme Indonesia. Sayangnya, sikap keberagaman seperti Soekarno itu banyak ditanggalkan. Akibatnya, agama justru menjadi kekuatan untuk saling merekayasa dan mengkhianati.

Menurut Ketua PWNU Jatim, Drs. Ali Maschan Moesa M.Si., munculnya konsepsi Pancasila merupakan pergulatan panjang batin dan intelektual Soekarno dan para bapak bangsa, yang punya sikap agama inklusif. "Sayangnya, oleh Orba justru dijadikan alat kekuasaan semata," jelasnya.

Ali Maschan mengandaikan, bila sikap kenegarawanan Bung Karno itu bisa dimiliki para elit, pastilah tidak akan muncul kekacauan politik seperti sekarang ini.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar