Laman

03 Januari 2011

Kebudayaan Imperialis AS yang Harus Dijebol

Pidato Pramoedya Ananta Toer dalam acara resepsi penutupan sidang Pleno Lekra di Palembang. dimuat di Harian Rakjat, Minggu, 15 Maret 1964.

Para pembesar setempat dan kawan-kawan sekalian, ormas-ormas sekawan, dan simpatisan-simpatisan.
Apabila perhatian kita tujukan pada hiasan di samping kiri saya, dapat dibaca semboyan baru 'Jebol Kebudayaan Imperialis AS, Bangun Kebudayaan Nasional dengan Kobarkan Kebangkitan Tani.' Semboyan ini tidak lain dari garis baru yang merupakan sari keputusan Pleno PP Lekra di kota ini.

Mungkin ada yang bertanya, apa hubungannya penjebolan kebudayaan imperialis Amerika Serikat dengan pembangunan kebudayaan nasional, dengan Kebangkitan Tani? Katak-katak yang begitu aktif di musim hujan ini pun, bila bisa membaca, segera akan mengerti, bahwa tanpa menjebol kebudayaan imperialisme Amerika Serikat, tidak mungkin kita membangun kebudayaan nasional, tidak mungkin kita mengobarkan kebangkitan tani. Jadi, di dalam
masalah pembangunan kebudayaan nasional, doktrin dua kaki yang revolusioner itu juga berlaku, menjebol dan membangun, menjebol yang usang dan membangun yang baru, menjebol kebudayaan imperialis Amerika Serikat dan membangun kebudayaan nasional.

Pada umumnya kita hanya bicara melawan kebudayaan imperialis, tetapi Pleno kita tanpa tedeng aling-aling kini telah melakukan tudingan pada hidung Amerika Serikat. Di Jakarta sana akan ada konferensi Manikebu/KK-PSI, yang belum-belum sudah ngemis kebudayaan imperialis Amerika Serikat, dan dengan keberanian moral dan tekad penuh: ganyang dia! Ya, tetapi mengapa mesti kebudayaan imperialis Amerika Serikat?"

Kawan-kawan, dari pelajaran selama ini kita menjadi lebih tahu dan lebih cerdik, bahwa Amerika Serikatlah biang-keladi segala kejahatan internasional, bahkan dalam kehidupan nasional kita dewasa ini. Tariklah kuping proyek neokolonialis 'Malaysia' itu. Paksa dia duduk di bangku terdakwa. Bukalah kedoknya, dan akan muncul tampang imperialis Inggris dalam segala kerakusannya yang utuh. Jangan sampai di situ, tariklah kedok satunya lagi itu, dan akan muncul iblis yang sesungguhnya, yaitu imperialisme Amerika Serikat. Begitu juga di Vietnam Selatan, di Korea Selatan, di Jepang, Isawai, Kongo, Afrika Selatan, Kuba, Panama, dan di seluruh dunia. Setiap penjahat itu masing-masing mengenakan kedok, dan bila kedok itu berhasil disentakkan, tidak lain dari iblis imperialisme Amerika Serikat jua yang mewakili dirinya sendiri.

Di negeri-negeri baru merdeka--jangan dikata yang belum merdeka--iblis-iblis Amerika Serikat ini mengenakan kedok yang dinamai kedok komprador. Sedang orang-orang sebangsa yang mendukung fungsi sebagai komprador ini, di negerinya sendiri menciptakan apa yang dinamai: kebudayaan komprador. Kebudayaan komprador jelas bukan kebudayaan nasional. Bukan saja istilahnya berbeda, terutama isinya bertentangan. Sedang di Indonesia, kebudayaan komprador yang dibangun oleh tangan dan otak Indonesia yang mewakili iblis Amerika Serikat ini, bahkan juga uang, dan kemungkinan dilambangkan dalam modal raksasa yang tertanam dalam film dan segala seluk-beluknya yang bernama AMPAI, alias American Motion Picture Association in Indonesia.

Tidak percaya? Datanglah ke pengadilan. Bukalah tiap koboi-tanpa-kuda tepat pada kedoknya, yang muncul dalam keadaannya yang utuh adalah Amerika Serikat, imperialisme Amerika Serikat, kebudayaan imperialis Amerika Serikat yang diwakili oleh AMPAI. Copotlah kedok-kedok penjahat-penjahat, bandit-bandit dan petualang-petualang 'nasional' itu, yang muncul adalah iblis imperialisme Amerika Serikat yang diwakili oleh AMPAI. Kulitilah kedok cross boy, cross girl, cross papa dan mama, bahkan cross kakek & nenek, yang muncul iblis yang itu-itu juga: kebudayaan imperialis Amerika Serikat yang diwakili oleh AMPAI. Itulah sebagian kecil kebudayaan--atau lebih tepat kebudayaan komprador Amerika Serikat--yang paling ekstrem. Ada sementara golongan yang menuduh kita 'subyektif’ apabila kita menuding Amerika Serikat. Tetapi kalau Indonesia mempunyai lembaga yang secara obyektif dan terampil dapat mencatat pengaruh kebudayaan Amerika Serikat, kebudayaan komprador, atas peristiwa-peristiwa kriminal, maka berdasarkan indeks akan didapatkan angka tertinggi untuk Amerika Serikat. Berdasarkan ini saya percaya, bahwa di neraka, Amerika Serikatlah yang paling banyak akan mendapatkan bintang jasa. (Sekiranya di sana ada pandai-mas yang bisa bikin bintang!).

Nah, sekarang kita akan mencoba dengan takzim mendengar lagu-lagu yang setiap hari dipancarkan di udara Indonesia melalui TVRI, RRI, lagu-lagu yang merambat dari pesta-pesta borjuis sampai petikan-petikan gitar di malam sunyi oleh pemuda yang tertikam rindu--atau secara realistis dapat dikatakan sudah kebelet kawin--maka lagu-lagu yang dikatakan lagu-lagu 'Indonesia' ini, bila diganti kata-katanya dengan kata-kata Inggris, dia akan berubah jadi lagu Amerika Serikat. Inilah lagu-lagu komprador, yang menganggap semua dapat diselesaikan, apabila pahlawan dan pahlawin dapat kecup-mengecup bibir-bibir masing-masing. Seluruh persoalan akan menjadi beres bila pahlawan dan pahlawin dibenarkan naik ranjang bersama-sama.

Itulah penyelesaian yang menyalahi segala kodrat, alias kontra revolusi. Itulah penyelesaian yang antiobyektivitas, antihistori, antirealitas, antiperkembangan. Lagu-lagu yang membawa ranjang asmara sebagai penyelesaian segala beserta badan-badan yang menyiarkannya merupakan unit dari suatu 'lembaga pendidikan seksual.' Lagu sebagai 'lembaga pendidikan seksual?' Ya, itulah anehnya. Dalam pada itu lagu-lagu patriotik-revolusioner dibatasi geraknya pada kesempatan-kesempatan upacara doang!

Kalau kawan-kawan punya waktu, masukilah kamar-kamar pemuda-pemudi borjuis kita. Dinding-dinding kamarnya penuhlah dengan dewa-dewi cinta dari Amerika Serikat. Dan pemuda atau pemudi ini setiap kali memetik gitar sambil memandangi gambar-gambar itu. Tampak tidak sesuatu pun yang terjadi. Tetapi sesuatu telah terjadi, yaitu: jiwa pemuda atau pemudi itu sambil memetik gitar melakukan percabulan dengan gambar-gambar bintang-bintang film itu. Sekali lagi kedok terbuka dan muncullah iblis kebudayaan imperialis Amerika Serikat. Dan sekali lagi membuktikan, bahwa AMPAI dengan segala film dan pengaruhnya yang mungkin, tidak lain dari raksasa 'lembaga pendidikan seksual' ala Amerika Serikat tentu.

Bandit-bandit yang lihai itu, kawan-kawan, dari mana mereka menimba fantasinya? Dari AMPAI. Itu belum mata rantai lain yang kurang pokok. Tetapi yang pokok adalah, bahwa tugas kebudayaan imperialis Amerika Serikat dengan kerja sama dengan kebudayaan komprador ialah memelempemkan jiwa revolusioner Rakyat kita, pemuda kita."

Kalau Armada VII hendak gentayangan ke Samudera Indonesia, apakah kawan-kawan kira dia datang hendak membantu kita mengganyang tikus, tengku dan manikebu? Justru sebaliknya. Deretkanlah tikus-tikus jenis baru yang sekarang mencoba menggagahi panen kita di atas kursi terdakwa. Seretlah penyakit tetumbuhan baru di sampingnya. Bertindaklah kawan-kawan sebagai jaksa, tanyailah mereka: Dari mana asal kalian? Kalian si keparat! Kalau mereka sudah dapat dicabarkan dari Manikebunya alias kemunafikannya, mereka akan menjawab malu: kami berasal dari A.... Tentu kawan-kawan percaya, karena buktinya dapat disodorkan di atas meja hakim, bukti-bukti dari Vietnam Selatan dan juga pada awal tahun 50-an dulu dalam perang Korea. Nah, kebangkitan tani langsung berhubungan dengan penjebolan kita terhadap kebudayaan komprador Amerika Serikat dan kebudayaan imperialis Amerika Serikat. Nah, siapa bisa bilang kebangunan kebudayaan nasional kita, pengobaran kebangkitan tani kita tak punya hubungan dengan jebolnya kebudayaan imperialis Amerika Serikat? Belum-belum itu gerombolan Manikebuis sudah bekerjasama dengan AMPAI. Itulah gerombolan kebudayaan komprador. Mereka pura-pura tidak tahu, bahwa Amerika Serikat adalah cumi-cumi besar, dan dimana tangan-tangannya terletak, di situlah dia menghisap bumi dan manusia setandas-tandasnya.

Itulah sebabnya, kalau salah seorang di antara kawan-kawan di sini dalam waktu dekat ini mempunyai kekuasaan dan kata putus di bidang kebudayaan--misalnya jadi Menteri Kebudayaan--langkah pertama yang harus diambil adalah: buang semua film Amerika Serikat itu ke laut, tutup itu AMPAI dari bumi Indonesia tersayang. Kemudian cocokkanlah grafik kejahatan di kota-kota besar. Tiga bulan setelah itu akan merosot dengan cepat, dan barulah kawan akan semakin yakin, bahwa sumber banditisme dan segala kriminalitas adalah kebudayaan imperialis Amerika Serikat, kebudayaan komprador, dengan AMPAI sebagai pusat logistiknya.

Biarlah sekarang saya akan jawabkan untuk kawan-kawan, apa itu kebudayaan imperialis Amerika Serikat. Dia tidak lain dari lembaga integral dari perdagangan luar negeri Amerika Serikat. Melalui kebudayaan imperialis Amerika Serikat ini selera orang dibentuk menjadi selera Amerika Serikat, selera perdagangan internasional Amerika Serikat. Kebudayaan komprador Amerika Serikat adalah kebudayaan kolportir dari kebudayaan imperialis Amerika Serikat ini. Dan kolportir selalu melebih-lebihkan, karena itu efeknya selalu lebih jahat dari efek yang ditimbulkan oleh majikannya sendiri. Maka juga kebudayaan komprador Amerika Serikat adalah 'kebudayaan' yang di samping mengembangkan ngakngikngok, twist dan sebangsanya, juga jadi propagandis-propagandis gelap dari Impala, dan sebangsanya. Dan kawan-kawan pun tahu, bahwa bertambah luks mobil itu, bertambah panjang radius daya gempurnya terhadap lembaga-lembaga revolusi kita. Tidak percaya? Tanyalah pada pihak polisi, apa-apa saja mobil para penjahat besar itu? Makin jahat dia, makin luks mobilnya.

Betul, hidup-matinya imperialis Amerika Serikat terletak pada hidup-matinya perdagangan internasional. Dan kalau kita bilang tentang pasaran Amerika Serikat setelah Perang Dunia II ini terjadi kemerosotan besar. Tiongkok sebagai pasaran terbesar Amerika Serikat sekarang lenyap dari kekuasaan perdagangan luar negeri Amerika Serikat, demikian pula halnya dengan Vietnam Selatan, Korea Selatan. Tetapi Amerika Serikat harus terus mengekspor, biar pun yang diekspornya menjadi berkurang karena merosotnya pasar. Tetapi dia harus melakukan ekspor. Maka dilakukanlah ekspor dan negara-negara lain harus menerimanya. Ekspor ini adalah ekspor serdadu, ekspor amunisi, dalam peti-peti atau dalam keadaan meledak, sebagai kompensasi dari ekspor barang-barang perdagangan pada waktu sebelum Perang Dunia II. Dari sini kita mengerti apa sebabnya Armada VII harus gentayangan ke Samudera Indonesia. Itu juga semacam ekspor di samping tikus dan racun tanaman. Karena itu waspadalah selalu pada imperialisme Amerika Serikat, pada kebudayaannya sebagai bagian integral dari politik perdagangan luar negeri, dan waspadalah pada komprador dan kebudayaannya. Bukan hanya waspada, tetapi kita semua harus secara frontal, serentak, aktif dan ofensif menjebol imperialisme Amerika Serikat dan kebudayaan imperialismenya. Kalau kita tidak berhasil menjebolnya di atas tanah air sendiri, itu musuh nomor satu kita, bagaimana bisa kita membangun kebudayaan nasional plus mengobarkan kebangkitan tani?

Kalau Armada VII betul-betul gentayangan di Samudera Indonesia, itu tepat menurut logika imperialis. Itulah ekspor serdadu plus amunisi sebagai bagian dari politik perdagangan luar negeri Amerika Serikat. Tetapi kita semua tidak akan gentar, apalagi Amerika Serikat dan bonekanya sudah pada keok di mana dia mulai mengacau. Juga dia akan mengalami kekeokannya di tanah air kita tersayang. Kita semua akan bangkit melawan, bahkan juga bayi-bayi kita yang sudah terbiasa menghisap udara yang mengandung listrik revolusi.

Sebagai akhir kata, ingin saya menyampaikan sekali lagi pada kawan-kawan sekalian, bahwa tak mungkin kita membangun kebudayaan nasional pada satu pihak tanpa menjebol kebudayaan imperialis Amerika Serikat pada lain pihak. Mungkin ada yang bertanya, mengapa imperialis Amerika Serikat, mengapa bukan hanya Inggris dengan proyek neokolonialisnya yang bernama 'Malaysia?' Karena kita tahu betul, kawan-kawan, bahwa tanpa imperialisme Amerika Serikat, imperialisme-imperialisme lain itu akan rontok tanpa daya, juga imperialisme Inggris plus proyek neokolonialismenya baik di 'Malaysia' maupun Rhodesia.

Maka yang paling tepat kita serukan sekarang ini ialah :
Ganyang imperialisme Amerika Serikat!
Ganyang kebudayaan imperialisme Amerika Serikat!
Ganyang kebudayaan komprador Amerika Serikat di Indonesia!
Ganyang AMPAI!


Tulisan untuk mengenang Pramoedya Ananta Toer. Sastrawan dan Pahlawan Indonesia...
Malang, 030210.

1 komentar: