Laman

20 April 2008

Kudeta

1 Oktober 1965 merupakan hari paling penting dalam sejarah Indonesia, sesudah 17 Agustus 1945. Nyaris semua bagian penting dalam kehidupan bangsa-negara sampai hari-hari ini terkait dengan serangkaian peristiwa yang berasal pada dini hari 41 tahun lalu.
Pendidikan terpenting bagi anak-anak bangsa tentang seluk-beluk Tanah Air tidak bisa harus merujuk pada serangkaian peristiwa dari tanggal itu. Dari situ, dapat dibahas apa yang terjadi pada hari-hari sebelum dan sesudah 1 Oktober 1965. Menyangkal hak anak-anak Indonesia untuk memahami ini, merupakan sebuah kejahatan intelektual yang sulit dimaafkan.
Sayangnya, banyak perkara dari rangkaian peristiwa bersejarah itu yang ditutup-tutupi, dihindarkan, atau ditabukan. Ibarat kelamin, sejarah itu dirahasiakan sehingga tidak banyak dipahami atau disalah-pahami. Para guru di sekolah tidak mau, tidak mampu, atau tidak boleh memberikan pencerahan kepada anak-anak didik mereka. Perbandingan sejarah 1965 dengan kelamin itu dapat diteruskan. Karena sejarah itu tidak dipahami dengan baik, selama bertahun-tahun terjadi ketakutan, peyakit kotor, pemerkosaan, pelecehan, dan kecelakaan biologis yang tidak perlu.
Sejarah yang sangat rumit tidak mungkin diuraikan di sini. Tapi beberapa masalah kecil, namun penting, dapat dikaji. Misalnya soal istilah apa yang tepat untuk serangkaian peristiwa di tahun 1965 itu? Kudeta? Oleh siapa, terhadap siapa?
Selama lebih dari 30 tahun di bawah pemerintahan zalim Orde Baru disebarkan propaganda. Disebutkan, pada hari-hari itu terjadi sebuah kudeta yang gagal oleh “G-30-S/PKI”, maksudnya “Gerakan 30 September” milik Partai Komunis Indonesia.
Sejak awal disebarkan di tahun 1960-an, propaganda ini digugat pada ahli tentang Indonesia. Memang ada sekelompok perwira militer yang menamakan diri “Gerakan 30 September”. Tapi apakah yang mereka lakukan dapat disebut sebagai “kudeta”?
Menurut juru bicara mereka, gerakan itu menggagalkan rencana kudeta oleh apa yang dinamakan “Dewan Jenderal” terhadap pemerintahan yang sah Presiden Soekarno. Terlepas benar atau tidaknya tuduhan itu, Gerakan 30 September tidak pernah berupaya menggulingkan presiden, walau membubarkan parlemen dan menggantikan dengan yang baru.
Beberapa jam kemudian Gerakan 30 September diserbu oleh kelompok lain dari militer yang dipimpin Mayor Jenderal (waktu itu) Soeharto. Serangan ini tidak saja berhasil menghabisi Gerakan 30 September, tetapi juga menggantikan pemerintahan Presiden Soekarno tanpa melewati pemilihan umum yang damai, bebas, dan terbuka.
Dari sepotong cerita itu keterlibatan PKI tidak jelas. Yang tampak hanya perebutan kekuasaan di antara dua kelompok yang sama-sama bersenjata dan berseragam militer. Baru setelah yang satu menang, PKI disebut-sebut sebagai dalang dibalik “kudeta” 30 September 1965. Sekitar sejuta orang dijagal beramai-ramai, karena pernah menjadi anggota PKI yang waktu itu merupakan partai yang sah, atau dianggap bersahabat dengan PKI. Ratusan ribu lainnya dihukum penjara belasan tahun, tanpa diadili.
Presiden Soekarno dilucuti dari kekuasaan tanpa proses hokum. Para pendukungnya, termasuk para pejabat pemerintahannya, diadili dan dipenjara dengan tuduhan terlibat “kudeta” terhadap pemerintahannya sendiri!
Karena serangkaian baku-tembak yang terjadi selewat tengah malam, 1 Oktober 1965, pernah ada istilah “Gestok” (Gerakan Satu Oktober). Tapi pihak penguasa waktu itu keberatan. Istilah itu condong menuduh pihaknya yang melakukan “kudeta-tandingan” mengungguli “kudeta” lawannya.
Benarkah PKI terlibat? Mungkin, karena PKI menjadi salah satu kekuatan yang paling Berjaya. Mungkin massa pendukungnya tidak tahu-menahu perebutan kekuasaan di Jakarta. Tapi aneh jika pimpinannya sama sekali tidak tahu-menahu atau tidak mencoba ikut campur. Sejauh mana PKI terlibat? Semuanya ini baru akan terjawab lebih baik, bila kedewasaan kita berbangsa telah memungkinkan kajian yang lebih terbuka dan kritis tentang sejarah itu.
Untuk sementara para ahli tentang Indonesia meragukan propaganda Orde Baru yang mengibliskan PKI. Ada beberapa alasan mereka. Yang paling banyak disebut adalah PKI waktu itu merupakan partai yang paling kuat. Tanpa berusaha keras pun PKI akan mencapai kekuasaan pemerintahan lewat resmi dan damai. Sangat aneh, jika mereka melakukan kudeta. Lebih masuk akal bila kudeta dilancarkan oleh musuh mereka yang mencoba menghalangi jalan mulus PKI menuju sukses.
Ditengok dari tanggal 1 Oktober, tampak betapa remeh-temeh diskusi tentang kemungkinan “kudeta” di skitar tahun 1998. Seakan-akan ini hanya adu ego sesama elite politik Orde Baru di akhir masa jayanya. Yang layak dihargai dari perdebatan mereka adalah kemauan berdebat secara beradab, yakni menulis buku. Peradaban semacam ini tidak pernah dihargai oleh rezim Orde Baru. (Ariel Heryanto)

2 komentar:

  1. bolehlah satu individu beranggapan seperti itu.namun jgn hanya diliat dari satu sudut pandang aja...ada beberapa aspek yg jg mngandung unsur kesengajaan.mulai dr pembentukan PKI sampai timbulnya propaganda "KUDETA".boleh dikatakan ini sauatu sejarah yang memang sudah dirancang sedemikian rupa....
    regard :
    ~jR

    BalasHapus